Rabu, 22 Oktober 2014

Pertanian di Gunung Kidul dan sekitar

Analisis Keadaan Wilayah Dusun Gabuk, Desa Giricahyo, Kecamatan Purwosari, Kabupaten Gunung Kidul
Termasuk dalam karst Gunung Sewu yang merupakan formasi Wonosari Zona ini berada pada ketinggian 100 – 300 meter dpl, topografi berbukit-bukit (konon terdapat 60.000 bukit berjajar, nyaris memenuhi zona ini, tanpa menyisakan kawasan pedataran. Paling hanya pelembahan yang relatif sempit). Jenis tanah dominan tanah kapur, dengan ketebalan yang relatif tipis, dan miskin unsur hara, sehingga produktivitas relatif rendah. Kondisi ini menyebabkan penduduknya sulit mengembangkan kegiatan usaha di sektor pertanian. Sangat sulit dijumpai sungai di atas permukaan tanah. Beberapa batang sungai yang muncul ke permukaan, kemudian masuk lagi ke dalam permukaan tanah melalui gua (atau luweng, istilah lokal), dan muncul kembali di kawasan pantai selatan. Air tanah dapat diketemukan pada kedalaman 60 – 120 meter atau lebih. Jadi dapat dimengerti apabila zona ini sering mengalami bencana kekeringan (menjadi bencana yang rutin datang setiap tahun, sebagaimana Jakarta yang selalu kebanjiran di musim penghujan). Diperkirakan terdapat 260.000 jiwa yang mendiami zona ini selalu mengalami kekurangan air setiap tahun.
Iklim daerah karst Gunung Sewu dipengaruhi kuat oleh angin munson barat laut dan tenggara yang menghasilkan musim basah dari Bulan Oktober sampai April dan musim kering yang sangat kering yaitu antara Bulan Mei dan September. Curah hujan tahunan yang direkam dari 14 penakar hujan antara tahun 1960 sampai 1997 bervariasi antara 1500 mm hingga 2986 mm dengan rata-rata tempetratur tahunan sebesar 27 ÂșC.
Pola Pertanian

Termasuk dalam cacth cropping (berganda secara campuran), terutama dalam penataan tanaman sela. Dalam penataannya termasuk tumpang sari, yaitu dua jenis tanaman atau lebih yang umurnya tidak banyak berbeda ditanam di dalam 1 lahan. Dimana jagung berumur 3-5 bulan dan kacang tanah berumur 3-4 bulan.
Analisis keadaan wilayah Dusun Namberan, Desa Karangasem, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul.
Termasuk daerah karst gunung Sewu yang merupakan daerah poltje baselevel. Poje baselevel terbentuk apabila regional muka air tanah memotong permukaan tanah. Polje tipe ini pada umumnya terbentuk di bagian bawah (outflow) dari kawasan karst. Pada tahap poltje ini korosi secara vertikal telah mencapai muka airtanah, sehingga korosi lebih dominan ke arah lateral. Korosi lateral menyebabkan bukit-bukit karst terdegradasi yang pada akhirnya rata dengan muka air tanah membentuk dataran yang luas. Karena airtanah sangat dangkal, fluktuasinya pada musim penghujan polje sering tergenang. Pada musim kemarau muka air tanah kurang dari satu meter.Tanah yang dominan di daerah ini adalah mediteran. Jenis batuan yang dominan yaitu Lime stone, dolomit, siderit, carbonat, dan pospat.
Curah hujan rata-rata Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2005 sebesar 2145 mm/tahun dengan jumlah hari hujan rata-rata 115 hari per tahun. Bulan basah 4 – 6 bulan, sedangkan bulan kering berkisar antara 4 – 5 bulan. Musim hujan dimulai pada bulan Oktober – Nopember dan berakhir pada bulan Mei-Juni setiap tahunnya. Puncak curah hujan dicapai pada bulan Desember – Pebruari.Wilayah Kabupaten Gunungkidul Utara merupakan wilayah yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan selatan, sedangkan wilayah Gunungkidul selatan mempunyai awal hujan paling akhir. Suhu udara Kabupaten Gunungkidul untuk suhu rata-rata harian 27,7° C, Suhu minimum 23,2°C dan suhu maksimum 32,4° C. Kelembaban nisbi di Kabupaten Gunungkidul berkisar antara 80 % - 85 %. Kelembaban nisbi ini bagi wilayah Kabupaten Gunungkidul tidak terlalu dipengaruhi oleh tinggi tempat, tetapi lebih dipengaruhi oleh musim. Kelembaban tertinggi terjadi pada bulan Januari – Maret, sedangkan terendah pada bulan September.
Pola Pertanian
Termasuk dalam cacth cropping (berganda secara campuran), terutama dalam penataan tanaman sela. Dalam penataannya termasuk interplanting, yaitu beberapa jenis tanaman muda/musiman yang berbeda umurnya, ditanam di dalam 1 lahan. Dimana singkong berumur 6-9 bulan dan kacang tanah berumur 3-4 bulan.
Analisis Keadaan Wilayah Suaka Margasatwa Paliyan
Topografi kawasan ini berupa perbukitan karst dengan lapisan tanah yang tipis, memiliki kelerengan diatas 40 % serta pada ketinggian antar 100 – 300 m dpl. Letak Suaka Margasatwa Paliyan sendiri berada pada petak 136 s/d 141 yang dulunya merupakan wilayah pangkuan hutan produksi dari Dinas Kehutanan Propinsi D.I Yogyakarta (tepatnya masuk wilayah Resort Polisi Hutan (RPH) Paliyan yang tergabung dalam Bagian Daerah Hutan (BDH).
Termasuk daerah ledok wonosari dengan jenis batuan yang dominan yaitu Lime stone, dolomit, siderit, carbonat, dan pospat. Jenis tanah di ledok Wonosari ini adalah mediteran atau terarosa yang berwarna merah. Lapisan tanahnya relatif tebal dan subur karena terletak di ledok. Tanah di daerah ini mempunyai kembang kerut yang besar karena berasal dari lempung monmolironit. Kandungan gamping di dalam tanah ini tinggi karena tanahnya ini merupakan hasil dari pelapukan sedimentasi material aluvial dan kolluvial. Konservasi air dan tanah buruk, sehingga digunakan untuk pertanian musiman dan pertanian kering. Sumber air daerah ini adalah dari rainfall  atau air hujan sedangkan air tanahnya bersifat tawar. Fenomena dan masalah lingkungan fisik di daerah ini adalah jenis tanah yang mempunyai kembang kerut yang besar. Apalagi saat musim kemarau tanah di sekitar ledok ini akan mengerut, dan saat musim penghujan tanah ini akan mengembang sehingga jalan yang melintasi daerah ini sering rusak. Kekurangan air di daerah ini juga bisa menjadi suatu masalah sebab penduduk sekitar hanya mengandalkan dari air hujan saja.
Pola Pertanian
Termasuk dalam cacth cropping (berganda secara campuran), terutama dalam penataan tanaman sela. Dalam penataannya termasuk interplanting, yaitu beberapa jenis tanaman muda/musiman yang berbeda umurnya, ditanam di dalam 1 lahan. Dimana singkong berumur 6-9 bulan dan kacang tanah berumur 3-4 bulan. Namun disini juga terdapat tanaman jati pada lahan lainnya, penanaman tanaman jati dalam satu lahan homogen (jati semua) sehingga termasuk dalam monokultur.
Analisis Keadaan Wilayah Telaga Beton
Seperti yang kita ketahui daerah gunung kidul adalah daerah yang sulit dalam mencari air. Namun berbeda dengan keadaan di sekitar telaga beton. Pertanian dengan padi sawah tampak terlihat di sini. Telaga Beton merupakan telaga yang dibangun untuk menampung sungai bawah tanah yang keluar akibat adanya patahan.
Pola Pertanian
Termasuk dalam pertanian bergilir, karena setelah ditanami padi maka selanjutnya ditanami kacang kedelai dengan tujuan untuk memperbaiki struktur tanah.
Analisis Keadaan Wilayah Pantai Baron
Pada Pantai Baron dapat dilihat adanya morfologi berupa aliran outflow yang berasal dari Kalisuci serta membawa material – material yang berasal dari Formasi Semilir dan Nglanggran yang kemudian diendapkan di Pantai Baron. Endapan pasir yang dijumpai di pantai Baron memiliki warna yang kecoklatan sebagai pengaruh dari endapan pasir yang diendapkan oleh sungai. Morfologi bergelombang hingga kasar dengan relief menengah hingga tinggi. Kemiringan pantai relatif landai dengan lebar dan panjang pantai yang relatif sempit. Bentuk garis pantai umumnya membentuk teluk dan berkantong pantai. Gelombang laut yang kuat terjadi di Pantai Baron ini. Pantai Baron memiliki jenis batuan gamping dengan tingkat pelapukan fisik sedang hingga kuat. Dengan jenis batuan dasar berupa gamping, tanah yang terbentuk di pantai ini termasuk jenis Mediteran. Derajat keasaman air laut di pantai Baron merupakan yang terendah diantara pantai-pantai di Gunungkidul yaitu sebesar 7,5. Hal ini disebabkan oleh adanya muara sungai bawah tanah di pantai Baron yang menyebabkan terjadinya percampuran antara air tawar dengan air laut. Keasaman air laut di bagian selatan pantai Baron atau di dekat muara sungai bawah tanah mendekati 7. Sedangkan di bagian utaranya yaitu wilayah yang jauh dari muara sungai besarnya PH berkisar antara 7,5 dan 8.
Pantai Baron yang memiliki jangkauan pasang surut yang cukup panjang serta kondisi lereng pantai yang landai menjadikan pantai ini mudah untuk dilewati perahu nelayan penduduk sekitar, oleh karena itu kegiatan perikanan laut tangkap menjadi salah satu pemanfaatan pantai oleh warga sekitar yang mendatangkan kesejahteraan penduduk sekitarnya. Selain itu pula, terdapatnya fenomena muara sungai di pantai yang memiliki debit air yang deras dapat dimanfaatkan oleh penduduk sekitar sebagai sumber air bersih dan pembangkit tenaga listrik. Pemanfaatan pantai Baron lainnya adalah untuk pariwisata, karena kondisi alam pantai Baron yang indah dengan butir sedimen yang halus. Dengan adanya pemanfaatan pantai sebagai pariwisata, penduduk juga memiliki kesempatan lebih untuk menambah pendapatan dengan menjadi penjual souvenir pariwisata pantai serta fasilitas penunjang pariwisata lainnya seperti restoran atau rumah makan, penginapan atau resort dan lainnya.
Pola Pertanian
Pola pertanian menggunakan pola penanaman monokultur, dimana hanya satu jenis tanaman saja yang ditanam dalam satu lahan, dalam hal ini pandan laut. Lokasi yang berdekatan dengan laut menyebabkan pandan laut dapat tumbuh dengan baik di daerah ini.
Analisis Keadaan Wilayah Pantai Baron
Pantai Kukup memiliki jenis batuan gamping dengan tingkat pelapukan fisik sedang hingga kuat. Dengan jenis batuan dasar berupa gamping, tanah yang terbentuk di pantai ini termasuk jenis Mediteran. Jangkauan pasang surut litoral sangat pendek jika dibandingkan dengan Pantai Baron, hal ini disebabkan oleh lereng Pantai Kukup yang curam. Warna butir sedimen yang cerah diakibatkan karena tidak adanya muara sungai pada pantai Kukup, hal ini menunjukkan bahwa butir sedimen dari Pantai Kukup berasal dari kikisan dasar laut. Namun berdasarkan hasil pengolahan data di laboratorium terdapat butir sedimen yang berwarna hitam yang jumlahnya sangat sedikit (minoritas). Hal ini disebabkan sampel sedimen tersebut diambil dekat dengan karang pantai. Hal ini juga menunjukkan bahwa butir sedimen yang dekat dengan cliff berasal dari hasil kikisan tebing pantai tersebut.
Berdasarkan pengambilan sampel air laut di sekitar pantai Kukup, maka didapatkan salinitas air laut sekitar 33 ‰. Suhu air laut di perairan pantai Kukup berkisar antara 32 – 35 ˚ C. Suhu air perairan yang terlindung oleh pulau-pulau karang lebih rendah dibanding dengan suhu air di perairan yang terbuka. Derajat keasaman air laut di perairan pantai Kukup adalah sebesar 9.
Pantai Kukup adalah salah satu pantai tujuan wisata di Kabupaten Gunungkidul yang sangat menarik, pada pantai ini terdapat pulau karang dan memiliki karang yang menempel tepat pada pinggir pantainya. Pemanfaatan pantai sebagai kawasan tujuan pariwisata juga dapat dimanfaatkan penduduk dengan menyediakan fasilitas penunjang pariwisata seperti penginapan, restoran atau rumah makan, tempat belanja souvenir pantai, serta show room ikan hias, karena di pantai Kukup banyak nelayan ikan yang sengaja menangkan biota laut yang terjebak di karang-karang ketika pantai surut, biasanya biota ini memiliki kondisi fisik yang cantik dengan warna-warna yang bervariasi seperti ikan, bintang laut, dan bulu babi.
Pola Pertanian
Pola pertanian menggunakan pola penanaman monokultur, dimana hanya satu jenis tanaman saja yang ditanam dalam satu lahan, dalam hal ini pandan laut. Lokasi yang berdekatan dengan laut menyebabkan pandan laut dapat tumbuh dengan baik di daerah ini.

Kontruktivisme

Model pembelajaran konstruktivisme adalah salah satu pandangan tentang proses pembelajaran yang menyatakan bahwa dalam proses belajar (perolehan pengetahuan) diawali dengan terjadinya konflik kognitif. Konflik kognitif ini hanya dapat diatasi melalui pengetahuan akan dibangun sendiri oleh anak melalui pengalamannya dari hasil interaksi dengan lingkungannya. Konstruktivisme merupakan pandangan filsafat yang pertama kali dikemukakan oleh Giambatista Vico tahun 1710, ia adalah seorang sejarawan Italia yang mengungkapkan filsafatnya dengan berkata ”Tuhan adalah pencipta alam semesta dan manusia adalah tuan dari ciptaan”. Dia menjelaskan bahwa “mengetahui” berarti “mengetahui bagaimana membuat sesuatu”. Ini berarti bahwa seseorang baru mengetahui sesuatu jika ia dapat menjelaskan unsur-unsur apa yang membangun sesuatu itu (Suparno, 1997:24).

Menurut Suparno (1997:49) secara garis besar prinsip-prinsip konstruktivisme yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun secara sosial; (2) pengetahuan tidak dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali dengan keaktifan siswa sendiri untuk bernalar; (3) siswa aktif mengkonstruksi secara terus menerus, sehingga terjadi perubahan konsep menuju ke konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah; (4) guru berperan membantu menyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus.

Teori Penduduk

1.      Teori Malthus (1766-1834)
Malthus memulai dengan 2 postulat yaitu:
1)      Bahwa pangan dibutuhkan untuk hidup manusia dan
2)      Bahwa kebutuhan nafsu seksual antar jenis kelamin akan tetap sifatnya sepanjang masa.
Atas dasar postulat tersebut Malthus menyatakan bahwa, jika tidak ada pengekangan, kecenderungan pertambahan jumlah manusia akan lebih cepat dari pertambahan subsisten (pangan). Perkembangan penduduk akan mengikuti deret ukur sedangkan perkembangan subsisten (pangan) mengikuti deret hitung (Malthus dalam Said Russli; 1983:4).
Menurut Malthus hal ini mengakibatkan kegoncangan di bidang pengadaan pangan manusia (Malthus dalam N.H.T. Siahaan; 2004:88).
Menurut pendapat Malthus ada faktor-faktor pencegah yang dapat mengurangi kegoncangan dan kepincangan terhadap perbandingan antara penduduk dan manusia yaitu dengan jalan :
Preventive checks
Yaitu faktor-faktor yang dapat menghambat jumlah kelahiran yang lazimnya dinamakan moral restraint. Termasuk didalamnya antara lain :
1.      Penundaan masa perkawinan
2.      Mengendalikan hawa nafsu
3.      Pantangan kawin
Positive checks
Yaitu faktor-faktor yang menyebabkan bertambahnya kematian, termasuk di dalamnya antara lain :
1.      Bencana Alam
2.      Wabah penyakit
3.      Kejahatan
4.      Peperangan
Positive checks biasanya dapat menurunkan kelahiran pada negara-negara yang belum maju. Menurut Malthus hal ini akan mengakibatkan kegoncangan di bidang  pengadaan pangan manusia. Meskipun oleh banyak sarjana teori Malthus dinilai mempunyai kelemahan, namun setelah melewati kurun waktu 2 abad barulah teori tersebut disadari dimana kesulitan pangan di belahan Asia, Afrika, dan Amerika Latin kian merajarela.
Lester R. Brown dan Erik P. Eckholn memaparkan dalam bukunya By Bread Alone, bagai mana parahnya kerusakan ekologi sebagai akibat semakin bertambahnya jumlah penduduk hingga melampaui bumi (Lester R. Brown; 1977:89).

A.       Teori Sosial Ekonomi.
1.      Emile Durkheim
Emile Durkheim adalah seorang ahli Sosiologi Perancis, Durkheim dilahirkan di Ă‰pinal, Perancis, yang terletak di Lorraine. Ia berasal dari keluarga Yahudi Perancis yang saleh - ayah dan kakeknya adalah Rabi. Hidup Durkheim sendiri sama sekali sekular. Malah kebanyakan dari karyanya dimaksudkan untuk membuktikan bahwa fenomena keagamaan berasal dari faktor-faktor sosial dan bukan ilahi. Ia menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang tinggi. Ia mengatakan pada suatu wilayah dimana angka kepadatan penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul persaingan antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha memenangkan persaingan tiap-tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan dan ketrampilan serta mengambi spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks (Ida Bagoes Mantra; 2000:75).


2.      Arsene Dumont (1890)
Pengikut teori sosial ekonomi menyatakan bahwa perkembangan penduduk bertolak dari keadaan sosial ekonomi masyarakat. Dumont mengajukan teori kapilaritas sosial (theory of social capilarity) teori itu menyebutkan bahwa seseorang cenderung berusaha mencapai kedudukan tertinggi dalam masyarakat. Untuk dapat mencapai kedudukan sosial ekonomi itu, keluarga besar merupakan beban yang berat sehingga seseorang dengan sadar membuat perencanaan keluarga berencana. (Arsene Dumont dalam Suroso Santoso; 2005:3).

B.  Teori Fisiologi
1.      Raymon S. Pearl (Sudut Pandang Naturalistik)
Pearl mengemukakan teori universal tentang pertumbuhan penduduk yang didasarkan atas dugaan atau asumsi biologi dan geografi. Tiap penduduk mula-mula mengalami pertambahan atau kenaikan jumlah sangat lambat, yang makin lama makin cepat, mencapai titk tengah daur, dan kemudian makin berkurang pertambahannya hingga mencapai akhir dari daur. Pertumbuhan daur tersebut mengikuti kurva normal.

Jadi mula-mula jumlah penduduk sedikit, bertambah hingga makin lama makin banyak tetapi akhirnya tidak bertambah lagi. Toeri Pearl penyebab berhentinya pertambahan penduduk adalah kepadatan penduduk. Arah pertumbuhan penduduk mengikuti kurva normal tersebut akibat pengaruh kepadatan di ruang hidup (Raymon S. Pearl dalam Lily; 1989:113).

2.      Michael T. Sadler dan Thomas Doubleday (sudut pandang fisiologis)
Sadler mengemukakan bahwa:
Daya reproduksi manusia dibatasi oleh jumlah penduduk yang ada di suatu negara atau wilayah, Jika kepadatan penduduk tinggi, daya reproduksi manusia akan menurun. Sebaliknya jika jumlah penduduk rendah maka daya reproduksi manusia akan meningkat. (Sadler dalam Ida Bagoes Mantra; 2000:76).

Teori Doubleday hampir sama dengan teori Sadler, hanya saja tolaknya berbeda. Doubley mengatakan bahwa daya reproduksi penduduk berbanding terbalik dengan bahan makanan yang tersedia. Jadi kenaikan kemakmuran menyebabkan turunnya daya reproduksi manusia. Menurut Doubley kekurangan bahan makanan akan merupakan perangsang bagi reproduksi manusia sedangkan kelebihan pangan justru merupakan faktor pengekang perkembangan penduduk. Dalam golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, seringkali terdiri dari penduduk dengan keluarga besar, sebaliknya orang yang mempunyai kedudukan baik biasanya jumlah keluarganya kecil (Ida Bagoes Mantra; 2000:76-77) .

3.       Corrado Gini (1965-1986)
Teori Corrado Gini disebut juga teori berdasar dari sudut pandang statistik biologi, menyatakan tentang:
According to Gini the population tends to follow an evolution similar to the life cycle of the individual. As the individual passes through the succesive stages of development, maturation, and invulation, similar is the case with the evolution of human being. The biological theories have not been accepted as sufficient explanation of population since, as has been pointed out by cultural theories, social and cultural factors are equally important in the growth of population. Fertility is not a mere biological phenomena but very much influenced by social and cultural factor. (Corrado Gini dalam Rajendra K.Sharma; 2007:31)

Terjemahan : Menurut Gini penduduk cenderung mengikuti evolusi mirip dengan daur hidup. Sebagai individu melewati tahap berturut kelahiran, pembelajaran, dan pendewasaan, mirip halnya dengan evolusi manusia. Teori-teori biologi belum diterima sebagai penjelasan yang cukup dari populasi karena, seperti telah ditunjukkan oleh teori-teori budaya, faktor sosial dan budaya sama pentingnya dalam pertumbuhan penduduk. Kelahiran bukan fenomena biologis semata tetapi sangat dipengaruhi oleh faktor sosial dan budaya.

C.  Transisi Demografi
Teori tarnsisi demografi yaitu teori yang menerangkan perubahan penduduk dari tingkat pertumbuhan yang stabil tinggi (tingkat kelahiran dan kematian yang tinggi) ke tingkat pertumbuhan rendah (tingkat kelahiran dan kematian rendah) (Moh Yasin; 1981:14-15).

Empat kategori transisi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut
I.       Kelahiran dan kematian keduanya  pada tingkat yang tinggi sekitar 40-50. Reproduksi/kelahiran tidak terkendali, kematian bervariasi setiap tahunnya. Panen yang gagal, harga yang tinggi menyebabkan kelaparan dan daya tahan tubuh terhadap penyakit sangat lemah. Ditambah lagi dengan meluasnya penyakit menular, menyebabkan angka kematian tinggi.
II.    Angka kematian menurun akibat diperbesarnya anggaran kesehatan dan juga mulai adanya penemuan obat-obatan yang semakin maju. Sementara itu angka kelahiran tetap pada tingkat yang tinggi sehingga mengakibatkan pertumbuhan penduduk meningkat dengan pesatnya.
III. Angka kematian terus menurun tetapi tidak secepat pada kategori ke II. Angka kelahiran mulai menurun akibat dari urbanisasi, pendidikan, dan peralatan kontrasepsi yang paling maju.
IV. Pada tingkat ini kelahiran dan kematian mencaoai tingkat yang rendah dan pertumbuhan pendiuduk kembali lagi seperti pada kategori pertama yaitu mendekati nol.

Keempat proses ini menurut teori transisi demografi akan  dialami oleh negara-negara yang sedang melaksanakan pembangunan ekonomi yang pesat (Moh. Yasin; 1981:15-16). 












DAFTAR PUSTAKA

Brown, R. Lester. 1977.Dengan sesuap Nasi. Jakarta : Gramedia.

Magee, Bryan. 2008. The Story of Philosophy. Yogyakarta: Kanisius.

Mantra, Ida Bagus. 2000. Demografi Umum (Edisi Kedua). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rilantono, Lily I. 1989. Abstrak Penelitian Tentang Anak di Indonesia. Jakarta: Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia.

Rusli, Said. 1983. Pengantar Ilmu Kependudukan. Jakarta: LP3S.

Santoso, Suroso. 2005. Mengarustamakan Pembangunan Berwawasan Kependudukan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran (EGC).

Sharma, Rajendra K. 2007. Demography and Population Problems. New Delhi: Atlantic Publiser and Distributor.

Siahaan, T. H. N. 2004. Hukum Lingkungan dan Ekologi Pembangunan. Jakarta : Gelora Akasara Pratama.

Yasin, Moh. Dkk. 1981. Dasar-dasar Demografi, Lembaga Demografi UI Jakarta.

Senin, 23 Desember 2013

Struktur Geologi Pulau Jawa


Jawa Barat
            Jawa Barat memiliki  arah pola umum struktur   Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut pola Meratus, dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan. Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan Kendeng yang berupa sesar naik.
 Menurut Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagi berikut:
1. Formasi Kerek
Formasi ini mempunyai ciri khas berupa perselingan antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas yaitu perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch. Berdasarkan fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf. Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972), dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyu Urip Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270 meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah bagian bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2. Formasi Kalibeng
 Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas. Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600 meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak, Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002). Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung berwarna hijau kebiruan.
3. Formasi Pucangan
            Di bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di atas Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22). Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
4. Formasi Kabuh
 Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan. Formasi ini terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa, berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung fosil Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah, merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping konkresi, batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan fosil Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5. Formasi Notopuro
            Terletak tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa – lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari 240 meter.
6. Formasi Undak Bengawan Solo
 Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun Notopuro.

Jawa Tengah
            Daerah Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit diantara bagian yang lain dari pulau jawa. Derah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegungungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebeah timur, serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat. Di jawa tengahdapat pula ditemui di gunung bujil yang berupa dike basaltik yang memotong farmasi karang sambung di bayat dapat ditemui diperbukitan jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis kristalin dan farmasi gampin wungkal.magmatisme oligosen miosen tengah pulau jawa terbentuk oleh rangkaian gunung api yang berumur oligosen-meosen tengah dan poliosen-kuarter.
Fisiografi dan pagunungan regional
Stratigrafi pegunugan kulon progo daerah penelitian yang merupakan daerah sebelah timur dari pegunungan serayu selatan,secara stratigrafis termasuk daerah kulon progo.unit stratigrafis yang paling tua di daerah pegunungan kulon progo dikenal dengan formasi nanggulan.
1)      Formasi nanggulan :merupakan farmasi yang paling tua di daerah pegunungan kulon progo.slingkapan batuan-batuan penyusun dari farmasi nanggulan,dijumpai di sekitar desa nanggulan,yang merupakan kaki sebelah timur dari pegunungan kulon progo.
2)      Formasi andesit :merupakan tua Batuan penyusun dari formasi ini trdiri atas braksi andesit,tuf,tuf tapili,aglomerat dan sisipan aliran lava andesit.formasi andesit ini dengan ketebalan 500 meter mempunyai kedudukan yang tidak selaras di atas formasi nanggulan.
3)      Formasi jonggrangan :merupakan suatu desa yang ketinggiannyan di atas 700 meter dari muka air laut dan disebut sebagai plato jonggrangan.bagian bawah dari formasi ini terdiri dari konglomerat yang ditumpangi oleh napal tufan batu pasir gampingan dengan sisipan lignit.batuan ini semakin ke atas menjadi batu gamping koral,formasi jonggrangan ini terletak secara tidak selaras teletak di atas formasi andesit tua.ketebalan dari formasi janggrangan mencapai sekitar 250 meter 
4)      Formasi sentolo : Litologi penyusun formasi sentolo ini dibagian bawah, terdiri dari agromerit dan napal,semakin ke atas berubah menjadi batu gamping berlapis dengan fasies neritik.umur formasi sentolo ini berdasarkan penelitian terhadap fosil foraminifera plantonik adalah berkisar antara Miosen awal sampai Pliosen.formasi sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter.

Geologi Regional Cekungan Jawa Timur.
Secara geologi Cekungan Jawa Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan ketidakselarasan serta proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan lempeng tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu.Pegununggan serayu utara memliki las 30-50 km,pada bagian barat di batasi oleh gunung selamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda.Gunung perahu dan gunung ungaran merupakan gunug api kwarter yang menjadi bagian paling timur dari pegunungan serayu utara.Daerah gunung ungaran ini di sebelah utara berbatasan dengan dataran aluvial jawa di bagian utara ,di bagian selatan merupakan jalur pegunungan api kwarter, di bagian tmur berbatasan dengan pegunungan kendeng .Di bagian utara pulau jawa ini merupakan geo sinklin yang memanjang dari barat ke timur.
a.       Batuan Pra-Tersier
      Merupakan semua batuan yang berumur lebih tua dari Tersier, mendasari batuan Kenozoikum biasanya telah mengalami ubahan. Di Jawa Timur bagian Utara batuan Pra-Tersier tidak tersingkap di permukaan dan kehadirannya hanya dapat diketahui dari sumur-sumur pemboran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan minyak bumi yang beroperasi di Indonesia. Batuan Pra-Tersier terletak secara tidak selaras di bawah batuan Sedimen-Tersier.
b.      Formasi Ngimbang
      Sedimen yang terjadi di Formasi Ngimbang berupa batulempung, batupasir dan batuan karbonat yang terendapkan pada lingkungan darat-fluvial deltaic sampai laut dangkal. Formasi ini berumur Eosen Tengah sampai Oligosen Tengah Eosen Tengah-Oligosen tengah, terjadi proses sedimentasi pertama didaerah cekungan dengan terendapnya Formasi Ngimbang.
c.       Formasi Kujung
      Formasi Kujung pada bagian tinggiannya, berkembang sebagai batugamping terumbu, sedangkan di daerah cekungan berkembang sebagai batugamping klastik dan batulempung. Proses transgresi terus berlangsung hingga pada masa Oligosen Tengah – Miosen Bawah.
d.      Formasi Tuban
      Pada daerah tinggian Formasi Tuban, berkembang batu gamping terumbu sebagai kelanjutan pertumbuhan terumbu Formasi Kujung sedangkan di daerah cekungan diendapkan secara dominan batulempung dan batulanau dengan sisipan batugamping klastik. Pengaruh proses transgresi yang lebih besar pada umur Miosen Tengah – Miosen Atas menyebabkan seluruh daerah tinggian menjadi tenggelam.
e.       Formasi Ngrayong
 Formasi ini ditandai dengan adanya lapisan batupasir kuarsa dan batugamping klastik. Ciri litologinya adalah batulempung dan batupasir, dengan sedikit sisipan batugamping. Umur Formasi Ngrayong adalah Miosen Tengah. Formasi Ngrayong terletak selaras di atas Formasi Tuban dan diendapkan secara selaras di bawah Formasi Wonocolo.
f.       Formasi Wonocolo
Formasi Wonocolo terdiri dari batulempung karbonat berwarna kelabu yang halus serta marl dengan batugamping yang keras berwarna putih. Ciri pengenal adalah napal, napal lempungan, napal pasiran, kaya akan foraminifera plangtonik dengan sisipan kalkarenit. Stratigrafinya adalah Miosen Akhir bagian bawah- Miosen akhir bagian tengah atau Zona N15-N16 (Blow,1969).
g.      Formasi Kawengan
Formasi Kawengan terdiri dari dua anggota (member) yaitu :
·         Member Mundu (Pliosen Awal – Pliosen Akhir), yang tersusun oleh napal dan napal pasiran serta batugamping pasiran. Formasi ini terendapkan setelah Formasi Ledok yang dipengaruhi oleh proses regresi ke transgresi.
·         Member Ledok (Miosen Awal- Pliosen Awal), yang tersusun oleh batupasir gampingan, batugamping pasiran dan napal, formasi ini diendapkan di atas Formasi Wonocolo. Batugamping terumbu pada formasi ini oleh sebagian peneliti disebut Karren Limestone.
h.      Formasi Lidah
Formasi Lidah didominasi oleh endapan napal, yang dipengaruhi oleh proses transgresi yang terus berlangsung hingga Pleistosen, sehingga menyebabkan pendalaman daerah cekungan. Ciri pengenalnya adalah lempung biru tua yang monoton, bagian atas satuan ini dijumpai lapisan batupasir kwarsa sedangkan Anggota Malo dari Formasi Lidah terdiri atas batugamping Coquina.




Sumber:

Bemmelen K.W.Van.1949. The Geology of Indonesia vol.general Geology of Indonesia and Adjecent Archipelagoes.Government Printing Office : Haque.
Putnam John.1964. Geology.Oxford Univercity Press : New York.
Whittow Jhon.1984.Dictionary of phisical Geography.penguin Books : Hiedlesex.
Lluly,james,Cs.1963.Principle of Geology.Modern Asia Editions.Tokyo
Herrels,Robert M.1951.A Texbook of Geology. Harper & Erotners Publisehers,New york.