Jawa Barat
Jawa
Barat memiliki arah pola umum
struktur Timur Laut –Barat Daya (NE-SW) yang disebut
pola Meratus, dari data stratigrafi dan tektonik diketahui bahwa pola Meratus
merupakan pola yang paling tua. Sesar-sesar yang termasuk dalam pola ini berumur Kapur
sampai Paleosen dan tersebar dalam jalur Tinggian Karimun Jawa menerus melalui
Karang Sambung hingga di daerah Cimandiri Jawa Barat. Sesar
ini teraktifkan kembali oleh aktivitas tektonik yang lebih muda. Pola Sunda lebih muda dari pola Meratus. Data
seismik menunjukkan Pola Sunda telah mengaktifkan kembali sesar-sesar yang berpola
Meratus pada Eosen Akhir hingga Oligosen Akhir.
Pola Jawa di bagian barat pola ini diwakili oleh
sesar-sesar naik seperti sesar Beribis dan sear-sear dalam Cekungan Bogor. Di bagian tengah tampak
pola dari sesar-sesar yang terdapat pada zona Serayu Utara dan Serayu Selatan.
Di bagian Timur ditunjukkan oleh arah Sesar Pegunungan
Kendeng yang berupa sesar naik.
Menurut
Harsono P. (1983) Stratigrafi daerah kendeng terbagi menjadi dua cekungan
pengendapan, yaitu Cekungan Rembang (Rembang Bed) yang membentuk Pegunungan
Kapur Utara, dan Cekungan Kendeng (Kendeng Bed) yang membentuk Pegunungan
Kendeng. Formasi yang ada di Kendeng adalah sebagi berikut:
1. Formasi Kerek
Formasi ini mempunyai ciri khas berupa
perselingan antara lempung, napal lempungan, napal, batupasir tufaan gampingan
dan batupasir tufaan. Perulangan ini menunjukkan struktur sedimen yang khas
yaitu perlapisan bersusun (graded bedding) yang mencirikan gejala flysch.
Berdasarkan fosil foraminifera planktonik dan bentoniknya, formasi ini
terbentuk pada Miosen Awal – Miosen Akhir ( N10 – N18 ) pada lingkungan shelf.
Ketebalan formasi ini bervariasi antara 1000 – 3000 meter. Di daerah Lokasi
Tipe, formasi ini terbagi menjadi 3 anggota (de Genevreye & Samuel, 1972),
dari tua ke muda masing-masing : a. Anggota Banyu Urip Tersusun oleh perselingan antara napal lempungan, napal, lempung
dengan batupasir tuf gampingan dan batupasir tufaan dengan total ketebalan 270
meter. Pada bagian tengah perselingan ini dijumpai batupasir gampingan dan
tufaan setebal 5 meter, sedangkan bagian atas ditandai oleh adanya perlapisan
kalkarenit pasiran setebal 5 meter dengan sisipan tipis dari tuf halus. Anggota
ini berumur N10 – N15 (Miosen Tengah bagian tengah – atas). b. Anggota Sentul
Tersusun oleh perulangan yang hampir sama dengan Anggota Banyuurip, tetapi
lapisan yang bertufa menjadi lebih tebal. Ketebalan seluruh anggota ini
mencapai 500 meter. Anggota Sentul diperkirakan berumur N16 (Miosen Tengah
bagian bawah). c. Batugamping Kerek Anggota teratas dari Formasi Kerek ini
tersusun oleh perselang-selingan antara batugamping tufan dengan perlapisan
lempung dan tuf. Ketebalan dari anggota ini adalah 150 meter. Umur dari
Batugamping Kerek ini adalah N17 (Miosen Atas bagian tengah).
2. Formasi Kalibeng
Formasi ini terletak selaras di atas Formasi Kerek. Formasi ini terbagi
menjadi dua anggota yaitu Formasi Kalibeng Bawah dan Formasi Kalibeng Atas.
Bagian bawah dari Formasi Kalibeng tersusun oleh napal tak berlapis setebal 600
meter berwarna putih kekuningan sampai abu-abu kebiruan, kaya akan foraminifera
planktonik. Asosiasi fauna yang ada menunjukkan bahwa Formasi Kalibeng bagian
bawah ini terbentuk pada N17 – N21 (Miosen Akhir – Pliosen). Pada bagian barat
formasi ini oleh de Genevraye & Samuel, 1972 dibagi menjadi Anggota Banyak,
Anggota Cipluk, Anggota Kalibiuk, Anggota Batugamping, dan Anggota Damar. Di
bagian bawah formasi ini terdapat beberapa perlapisan batupasir, yang ke arah
Kendeng bagian barat berkembang menjadi suatu endapan aliran rombakan debris
flow, yang disebut Formasi Banyak (Harsono, 1983, dalam Suryono, dkk., 2002).
Sedangkan ke arah Jawa Timur bagian atas formasi ini berkembang sebagai endapan
vulkanik laut yang menunjukkan struktur turbidit. Fasies tersebut disebut
sebagai Formasi Atasangin, sedangkan bagian atas Formasi Kalibeng ini disebut
sebagai Formasi Sonde yang tersusun mula – mula oleh Anggota Klitik, yaitu
kalkarenit putih kekuningan, lunak, mengandung foraminifera planktonik maupun
foraminifera besar, moluska, koral, alga, bersifat napalan atau pasiran dan
berlapis baik. Bagian atas bersifat breksian dengan fragmen gamping berukuran
kerikil sampai karbonat, kemudian disusul endapan bapal pasiran, semakin ke
atas napalnya bersifat lempungan, bagian teratas ditempati napal lempung
berwarna hijau kebiruan.
3. Formasi Pucangan
Di
bagian barat dan tengah Zona Kendeng formasi ini terletak tidak selaras di atas
Formasi Sonde. Formasi ini penyebarannya luas. Di Kendeng Barat batuan ini
mempunyai penyebaran dan tersingkap luas antara Trinil dan Ngawi. Ketebalan
berkisar antara 61 – 480 m, berumur Pliosen Akhir (N21) hingga Plistosen (N22).
Di Mandala Kendeng Barat yaitu di daerah Sangiran, Formasi Pucangan berkembang
sebagai fasies vulkanik dan fasies lempung hitam.
4. Formasi Kabuh
Formasi Kabuh terletak selaras di atas Formasi Pucangan. Formasi ini
terdiri dari batupasir dengan material non vulkanik antara lain kuarsa,
berstruktur silangsiur dengan sisipan konglomerat dan tuff, mengandung fosil
Moluska air tawar dan fosil – fosil vertebrata berumur Plistosen Tengah,
merupakan endapan sungai teranyam yang dicirikan oleh intensifnya struktur
silangsiur tipe palung, banyak mengandung fragmen berukuran kerikil. Di bagian
bawah yang berbatasan dengan Formasi Pucangan dijumpai grenzbank. Menurut Van
Bemmelen (1972) di bagian barat Zona Kendeng (daerah Sangiran), formasi ini
diawali lapisan konglomerat gampingan dengan fragmen andesit, batugamping konkresi,
batugamping Globigerina, kuarsa, augit, hornblende, feldspar dan fosil
Globigerina. Kemudian dilanjutkan dengan pembentukan batupasir tuffaan
berstruktur silangsiur dan berlapis mengandung fragmen berukuran kecil yang
berwarna putih sampai cokelat kekuningan.
5.
Formasi Notopuro
Terletak
tidak selaras di atas Formasi Kabuh. Litologi penyusunnya terdiri dari breksi
lahar berseling dengan batupasir tufaan dan konglomerat vulkanik. Makin ke
atas, sisipan batupasir tufaan makin banyak. Juga terdapat sisipan atau lensa –
lensa breksi vulkanik dengan fragmen kerakal, terdiri dari andesit dan
batuapung, yuang merupakan ciri khas Formasi Notopuro. Formasi ini pada umumnya
merupakan endapan lahar yang terbentuk pada lingkungan darat, berumur Plistosen
Akhir dengan ketebalan mencapai lebih dari 240 meter.
6. Formasi Undak Bengawan Solo
Endapan ini terdiri dari konglomerat polimik
dengan fragmen batugamping, napal dan andesit di samping batupasir yang
mengandung fosil-fosil vertebrata, di daerah Brangkal dan Sangiran, endapan
undak tersingkap baik sebagai konglomerat dan batupasir andesit yang agak
terkonsolidasi dan menumpang di atas bidang erosi pad Formasi Kabuh maupun
Notopuro.
Jawa Tengah
Daerah Jawa Tengah merupakan bagian yang sempit
diantara bagian yang lain dari pulau jawa. Derah Jawa Tengah tersebut terbentuk
oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur
Pegungungan Bogor di sebelah barat dan Pegunungan Kendeng di sebeah timur,
serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan terusan dari Depresi Bandung di
Jawa Barat. Di jawa tengahdapat pula ditemui di gunung bujil yang berupa dike
basaltik yang memotong farmasi karang sambung di bayat dapat ditemui
diperbukitan jiwo berupa dike basaltik dan stok gabroik yang memotong sekis
kristalin dan farmasi gampin wungkal.magmatisme oligosen miosen tengah pulau
jawa terbentuk oleh rangkaian gunung api yang berumur oligosen-meosen tengah
dan poliosen-kuarter.
Fisiografi dan pagunungan regional
Stratigrafi
pegunugan kulon progo daerah penelitian yang merupakan daerah sebelah timur
dari pegunungan serayu selatan,secara stratigrafis termasuk daerah kulon
progo.unit stratigrafis yang paling tua di daerah pegunungan kulon progo
dikenal dengan formasi nanggulan.
1) Formasi nanggulan :merupakan
farmasi yang paling tua di daerah pegunungan kulon progo.slingkapan
batuan-batuan penyusun dari farmasi nanggulan,dijumpai di sekitar desa
nanggulan,yang merupakan kaki sebelah timur dari pegunungan kulon progo.
2) Formasi andesit :merupakan
tua Batuan penyusun dari formasi ini
trdiri atas braksi andesit,tuf,tuf tapili,aglomerat dan sisipan aliran lava
andesit.formasi andesit ini dengan ketebalan 500 meter mempunyai kedudukan yang
tidak selaras di atas formasi nanggulan.
3) Formasi jonggrangan :merupakan suatu desa yang ketinggiannyan di atas 700 meter dari muka air
laut dan disebut sebagai plato jonggrangan.bagian bawah dari formasi ini
terdiri dari konglomerat yang ditumpangi oleh napal tufan batu pasir gampingan
dengan sisipan lignit.batuan ini semakin ke atas menjadi batu gamping
koral,formasi jonggrangan ini terletak secara tidak selaras teletak di atas
formasi andesit tua.ketebalan dari formasi janggrangan mencapai sekitar 250
meter
4) Formasi sentolo :
Litologi penyusun formasi sentolo ini dibagian bawah, terdiri dari agromerit dan napal,semakin ke atas berubah menjadi batu
gamping berlapis dengan fasies neritik.umur formasi sentolo ini berdasarkan
penelitian terhadap fosil foraminifera plantonik adalah berkisar antara Miosen
awal sampai Pliosen.formasi sentolo ini mempunyai ketebalan sekitar 950 meter.
Geologi Regional Cekungan Jawa Timur.
Secara geologi Cekungan Jawa
Timur terbentuk karena proses pengangkatan dan ketidakselarasan serta
proses-proses lain, seperti penurunan muka air laut dan pergerakan lempeng
tektonik. Tahap awal pembentukan cekungan tersebut ditandai dengan adanya half graben yang dipengaruhi oleh
struktur yang terbentuk sebelumnya. Tatanan tektonik yang paling muda
dipengaruhi oleh pergerakan Lempeng Australia dan Sunda. Secara regional
perbedaan bentuk struktural sejalan dengan perubahan waktu.Pegununggan serayu
utara memliki las 30-50 km,pada bagian barat di batasi oleh gunung selamet dan
di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda.Gunung perahu dan gunung
ungaran merupakan gunug api kwarter yang menjadi bagian paling timur dari
pegunungan serayu utara.Daerah gunung ungaran ini di sebelah utara berbatasan
dengan dataran aluvial jawa di bagian utara ,di bagian selatan merupakan jalur
pegunungan api kwarter, di bagian tmur berbatasan dengan pegunungan kendeng .Di
bagian utara pulau jawa ini merupakan geo sinklin yang memanjang dari barat ke
timur.
a. Batuan Pra-Tersier
Merupakan semua batuan yang
berumur lebih tua dari Tersier, mendasari batuan Kenozoikum biasanya telah
mengalami ubahan. Di Jawa Timur bagian Utara batuan Pra-Tersier tidak
tersingkap di permukaan dan kehadirannya hanya dapat diketahui dari sumur-sumur
pemboran yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan minyak bumi yang beroperasi
di Indonesia. Batuan Pra-Tersier terletak secara tidak selaras di bawah batuan
Sedimen-Tersier.
b. Formasi Ngimbang
Sedimen yang terjadi di Formasi
Ngimbang berupa batulempung, batupasir dan batuan karbonat yang terendapkan
pada lingkungan darat-fluvial deltaic sampai laut dangkal. Formasi ini berumur
Eosen Tengah sampai Oligosen Tengah Eosen Tengah-Oligosen tengah, terjadi
proses sedimentasi pertama didaerah cekungan dengan terendapnya Formasi
Ngimbang.
c. Formasi Kujung
Formasi Kujung pada bagian
tinggiannya, berkembang sebagai batugamping terumbu, sedangkan di daerah
cekungan berkembang sebagai batugamping klastik dan batulempung. Proses
transgresi terus berlangsung hingga pada masa Oligosen Tengah – Miosen Bawah.
d. Formasi Tuban
Pada daerah tinggian Formasi
Tuban, berkembang batu gamping terumbu sebagai kelanjutan pertumbuhan terumbu
Formasi Kujung sedangkan di daerah cekungan diendapkan secara dominan
batulempung dan batulanau dengan sisipan batugamping klastik. Pengaruh proses
transgresi yang lebih besar pada umur Miosen Tengah – Miosen Atas menyebabkan
seluruh daerah tinggian menjadi tenggelam.
e. Formasi Ngrayong
Formasi ini ditandai dengan adanya lapisan
batupasir kuarsa dan batugamping klastik. Ciri litologinya adalah batulempung
dan batupasir, dengan sedikit sisipan batugamping. Umur Formasi Ngrayong adalah
Miosen Tengah. Formasi
Ngrayong terletak selaras di atas Formasi Tuban dan diendapkan secara selaras
di bawah Formasi Wonocolo.
f. Formasi Wonocolo
Formasi
Wonocolo terdiri dari batulempung karbonat berwarna kelabu yang halus serta
marl dengan batugamping yang keras berwarna putih. Ciri pengenal adalah napal,
napal lempungan, napal pasiran, kaya akan foraminifera plangtonik dengan
sisipan kalkarenit. Stratigrafinya adalah Miosen Akhir bagian bawah- Miosen
akhir bagian tengah atau Zona N15-N16 (Blow,1969).
g. Formasi Kawengan
Formasi
Kawengan terdiri dari dua anggota (member) yaitu :
·
Member
Mundu (Pliosen Awal – Pliosen Akhir), yang tersusun oleh napal dan napal
pasiran serta batugamping pasiran. Formasi ini terendapkan setelah Formasi
Ledok yang dipengaruhi oleh proses regresi ke transgresi.
·
Member
Ledok (Miosen Awal- Pliosen Awal), yang tersusun oleh batupasir gampingan,
batugamping pasiran dan napal, formasi ini diendapkan di atas Formasi Wonocolo.
Batugamping terumbu pada formasi ini oleh sebagian peneliti disebut Karren
Limestone.
h. Formasi Lidah
Formasi
Lidah didominasi oleh endapan napal, yang dipengaruhi oleh proses transgresi
yang terus berlangsung hingga Pleistosen, sehingga menyebabkan pendalaman
daerah cekungan. Ciri pengenalnya adalah lempung biru tua yang monoton, bagian
atas satuan ini dijumpai lapisan batupasir kwarsa sedangkan Anggota Malo dari
Formasi Lidah terdiri atas batugamping Coquina.
Sumber:
Bemmelen K.W.Van.1949. The Geology of Indonesia vol.general Geology of Indonesia
and Adjecent Archipelagoes.Government Printing
Office : Haque.
Putnam
John.1964. Geology.Oxford Univercity
Press : New York .
Whittow
Jhon.1984.Dictionary of phisical
Geography.penguin Books : Hiedlesex.
Lluly,james,Cs.1963.Principle of Geology.Modern Asia
Editions.Tokyo
Herrels,Robert
M.1951.A Texbook of Geology. Harper
& Erotners Publisehers ,New york .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar